Renovasi Oven.

Siang ini aku ke Pasar ikan, ke toko loyang langganan, toko Setia.

Setelah order ini itu…aku duduk di atas peti kayu..tempat favoritku, sambil mulai ngobrol dengan pak Barnas, pemilik toko.

+ Pak…saya mau minta tolong nih…tapi ntar bapak jangan ketawa ya!.

– Minta tolong apa bu?

+ janji ya…. jangan di ketawain.

– Ya…apa dulu? Saya kan nggak tahu… (jawabnya sambil ketawa)

+ ehm…. ini…(rada malu malu juga aku ngomongnya) saya punya oven kayak gitu (nunjuk oven hock) saya sayang banget dengan oven ini, sekarang bagian bawahnya kropos, saya minta di ganti bagian bawahnya aja. Kira kira bisa nggak pak?

– Lihat dulu barangnya.

Aku ambil oven dari mobil…seketika melihat ovenku, pak Barnas dan anak buahnya tak bisa menahan tawanya! Sialan!

– Udah bu…buang aja ini oven, beli yang baru!

+ bapak kan udah janji nggak akan ketawa!

– Gimana saya nggak ketawa…. si ibu penampilan keren… tapi…… ovennya……

Aduuuh….orang-orang tuh…gak tahu bagaimana perasaanku terhadap oven ini …. suka gitu deh. Oven ini dan diriku…sudah seperti kakak beradik. kayaknya tua-an oven ini umurnya ketimbang diriku. Bisa jadi ini oven lebih dari setengah abad umurnya.

Ini ovennya emak (alm nenekku). Udah pernah di sia siakan di rumah Semarang. Kena panas dan hujan. Lalu aku pakai untuk belajar bikin cake di masa remajaku. Trus aku bawa saat aku menikah. Ini sudah mengalami 2 kali renovasi selama menjadi milikku, ini yang ketiga kalinya.

Renovasi yang pertama dulu, mamiku yang ngurus, di bawa ke tukang kaleng di Solo. Bayangin…untuk renovnya kudu menempuh perjalanan Jakarta, Semarang, Solo, jakarta.

Renovasi yang kedua, dilakukan sendiri oleh KJ. sekarang KJ udah gak sempat lagi. Aku juga emoh…wong..hasilnya nggak serapi bikinan tukang kaleng 🙂

Oven ini sangat berjasa, selain menjadi bagian sejarah diriku, jadi saksi dari aku mulai iseng-iseng sampai bisa cetak duit.

Saat banjir 2002, aku ngungsi sambil bawa oven ini yang menuai komentar keheranan dari para tetangga. “Bu…bawa barang apa sih ini??” Cuek deh… tapi…biarpun banjir…aku tetep bisa menyajikan pastel tutup, mie schotel, berkat ovenku ini. Biar lagi ngungsi…kan nggak kudu makan indomi terus.

Nah…setelah cerita bagaimana eratnya perasaanku dengan ini oven, pak Barnas bersedia merenov oven ini, membuang bagian yang kropos, dan mengganti dengan yang baru. Tapi tak boleh mengubah bodynya sama sekali. Biar tetep kelihatan antik.

Akupun mewanti wantinya….”awas…ini barang antik, jangan sampai kebuang di workshopnya!”

Mobilku saat akan keluar, harus berbalik arah di ujung jalan, melewati toko ini lagi, terlihat ovenku di taruh gitu aja di atas tumpukan karung di pinggir jalan…bisa di comot gitu aja ama orang lewat.

Pas aku lewat, aku buka jendela dan teriak lagi ke anaknya pak Barnas….
“hoi…ini barang antik..awas ya kalau ilang!” aku sambil ngacungin tinju! lha…orang2 di situ kan makin ngetawain aku… “siapa juga yang mau nyolong tuh barang!”

Duh…moga moga selamat tuh oven! deg-deg-an

lanjutan cerita ini oven ada di http://elkaje.multiply.com/journal/item/239